Kisah Beberapa Potret Canda Generasi Salaf
Menyisipkan canda di sela-sela keseriusan itu merupakan salah satu cara untuk menyegarkan kesriusan itu sendiri. Menghadirkan canda sebagai jeda pengajaran akan menghilangkan kejenuhan belajar, selain akan menciptakan ikatan antara personal yang lebih kuat antara guru dan murid.
A. Canda Muhammad bin Sirin
Ghalib al-Qaththan rahimahu-Allahmenyebutkan: “Muhammad bin Sirin adalah ulama yang pandai becanda. Suatu ketika, aku menemuinya untuk menanyakan kondisi Hisyam bin Hassan. Dia menjawab: “tidakkah kamu mengetahui bahwa hisyam sudah meninggal semalam. Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali kepadaNya”. Ibnu Sirin lantas tertawa lalu membaca ayat:
ٱللَّهُ يَتَوَفَّى ٱلْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَٱلَّتِى لَمْ تَمُتْ فِى مَنَامِهَا ۖ
“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika ia tidur…” (QS. Az-Zumar ayat 42)
B. Canda Abu Hurairah r.a
Suatu ketika, seseorang laki-laki datang kepada Abu Hanifah dan bertanya kepadanya: “jika aku menanggalkan pakaian pakaianku lalu menceburkan diri ke sungai untuk mandi, haruskah aku menghadap ke kiblat ataukah boleh ke arah lainnya?” Abu Hanifah menjawab: “yang lebih utama adalah pusatkan pandanganmu kepada pakaianmu agar tidak dicuri orang”.
C. Canda Ibnu Ayyasy
Ibnu Ayyasy rahimahu-Allahberkata: “aku melihat al- A’masy mengenakan pakaian dari kulit berlapiskan bulu unta di sisi luarnya. Saat itu kamai kehujanan, dan tiba-tiba kami bejalan melintasi seekor anjing. Al-‘Amasy langsung menepi dari jalan sambil berkata: “mudah-mudahan anjing itu tidak mengira kita seekor kambing”.
D. Canda Abu Rawid
Dari ‘Abdul Majid bin Abi Rawid rahimahu-Allah , ia menyatakan: “aku tidak pernah melihat ayahku bercanda kecuali dua kali. Dia pernah bertanya kepada kami, anak-anaknya, ketika sedang bersamanya di rumah: “anak-anakku, pernahkah kalian meliaht unta berdiri di atas pasak?” “tidak”, jawab kami. Beliau bertanya lagi: “bukankah kalian pernah melihat unta di atas gunung?, dan, bukankah Allah swt berfirman: “dan gunung-gunung sebagai pasak?” (QS. An-Naba’ ayat 7). Kemudian ayahku tersenyum dan mengucapkan Astaghfirullah sebanyak tiga kali.”
‘Abdul Majid rahimahu-Allahmengisahkan: “ayahku mempunyai seorang teman ngobrol yang biasa di panggil Abu Rabah. Suatu ketika keduanya berbincang-bincang, lantas ayahku bertanya: “hai abu Rabah, apa kamu sudah mempunyai anak (keturunan)? Ia menjawab: “belum, ayahku pun bernasehat: “apabila kamu di karuniai anak laki-laki, berilah dia nama ‘Atha’, sehingga nama lengkap anakmu menjadi ‘Atha’ bin Abi Rabah (sebagai nama ulama generasi tabi’in). Setelah berkata demikian, ayahku tersenyum dan beristighfar sebanyak tiga kali.”
E. Canda Asy’ab ath-Thama’
Dikatakan kepada Asy’ab ath-thama’ rahimahu-Allah : “engkau telah menuntut ilmu dan duduk di banyak majlis ulama’. Engkau telah slesai menuntut ilmu, dan sekaranglah saatnya menjawab pertanyaan masyarakat. Karena itu, ada baiknya jika engkau meluangkan waktu untuk kami, sehingga kami bisa belajar di majelis engkau.” Asy’ab menjawab permintaan mereka: “baiklah kalau begitu”.
Maka Asy’ab mengatur jadwal majelisnya untuk mereka, dan salah seorang dari mereka berseru kepadanya: “sampaikanlah hadist kepada kami!”
Asy’ab berkata: “aku mendengar ‘ikrimah berkata: “aku mendengar ibnu Abbas berkata: “aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “ada dua sifat yang tidak akan bisa terkumpul dalam diri seorang mukmin”. Setelah mengucapkan hadist ini, Asy’ab lantas diam. Orang-orang bertanya: “apa dua sifat itu?” ia menjawab “ikrimah lupa salah satunya, sedangkan aku lupa yang satunya lagi.”
Al-hitsam bin ‘Adi rahimahu-Allahmengisahkan: “suatu hari Asy’ab bin Thamma’ berjalan melewati seorang laki-laki yang sedang membuat sebuah mangkuk. Asy’ab berkata kepadanya: “buatlah mangkuk yang besar agar si pemilik berkenan menghadiahkan isinya kepada kami.”
F. Canda Ibnu abi ‘Atiq
Dikisahkan dari ibnu abi atiq rahimahu-Allah , bahwa suatu ketika dia berpapasan dengan seorang laki-laki yang membawa seekor anjing ‘atiq bertanya kepada laki-laki itu: “siapa namamu?” “watstsab (pelompat),” jawabnya. “nama anjingmu?” Tanya ibnu abi atiq. Ia lalu menjawab: “Amr.” Lantas ibnu abi atiq berkomentar: “waduh sungguh terbaik nama kalian berdua”!
G. Canda al-A’masy
Adz-dzahabi rahimahu-Allahmenuturkan: “dikisahkan bahwa apabila al- A’masy keluar rumah, ada kalanya terlihat kain alas adonan roti di bahunya. Pernah sekali waktu al-‘amsyi memakai jubah dari kulit unta yang bagian bulunya di pakai di sisi luar. Lalu seorang berkata kepadanya: “wahai Abu Muhammad, sekiranya engkau memakai bagian bulu jubah itu di dalam, tentu pakaian itu akan lebih hangat bagimu.” Namun ia menanggapi: “dengan pakaian ini, aku bisa menunjukkan bagaimana kambing kibas yang sebenarnya (keika aku mengajar).”