Canda Nabi Muhammad SAW Kepada Istri-Istri Beliau
Dalam ash-shahihain di cantumkan sebuah riwayat dari Aisyah r.a menceritakan: “aku pernah berseru: `aduh sakitnya kepalaku! Rasulullah saw menanggapi: `itu merupakan pertanda kematian; dan jika kematian menimpa ketika aku masih hidup, niscaya akan kumohonkan ampunan untukmu dan kamu akan kudo’akan.` perawi melanjutkan: `Aisyah berseru lagi: `Oh malangnya aku. Demi Allah, aku menduga engkau senang dengan kematianku. Dan jika itu sungguh terjadi, pasti engkau akan bersenang-senang dengan salah seorang istrimu (yang lain) hingga akhir hayatmu.` Lalu Nabi saw menyatakan:
(( بَلْ أَنَا وَارَأْسَاهً لَقَدْهَمَمْتً أَوْ أَرَدْتً أَنْ أًرْسِلَ إِلَى أَبِيْ بَكْرٍ وَابْنِهِ فَأَعْهَدَ أَنْ يَقًوْلَ القَائِلًوْنَ أَوْ يَتَمَنًّى الْمًتَمَنًّوْنَ))
`justru sebaliknya, alangkah sakitnya kepalaku! Ingin sekali rasanya aku mengutus seorang kepada Abu Bakar dan anaknya (Abdurrohman) untuk menyampaikan wasiat mengenai kekhalifahan, agar orang-orang tidak berkata yang bukan-bukan atau berharap menjadi khalifah.`
Kemudian ‘Aisyah berkata: `Allah enggan dan orang-orang yang menolak—atau: `Allah menolak dan orang-orang mukmin enggan (selain Abu Bakar).”
Ibnu Hajar menerangkan: “hadist di atas menunjukkan bahwa cemburu adalah salah satu tabiat wanita. Selain itu, di jelaskan tentang bolehnya suami mencandai istri dan menyampaikan rahasia yang tidak disampaiakn kepada orang lain.”
Di sela-sela kesibukannya, Nabi saw tetap menyampatkan diri untuk duduk bersama ‘Aisyah dan mendengarkan kisahnya. Di dalam ash-shahihain di sebutkan hadist ‘Aisyah tentang kisah Ummu Zara’ dengan redaksi yang panjang.
Inti hadistnya mengisahkan suatu peristiwa pada masa jahiliyah terkait sebelasperempuan yang berkumpul dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikitpun perihal suami mereka; sampai akhirnya tiap-tiap perempuan itu membeberkan sifat-sifat suami masing-masing, yang baik maupun yang buruk.
‘Aisyah menceritakan kisah mereka kepada Nabi saw; ia menyebutkan penuturan perempuan yang ke sebelas—yaitu Ummu Zara’: “suamiku bernama Abu Zara’. Tahukah kalian sifat Abu Zara’?” lantas dia pun memberitahukan sifat suaminya. Setelah itu, dia bertanya lagi: “ubunda Abu Zara’, tahukah kalian sifatnya? “ Lalu ia memberitahukan sifat ibu mertuanya itu. Selanjutnya ia berkata: “Anak laki-laki Abu Zara’ tahukah kalian sifatnya? Tempat berbaringnya sebesar pelepah pohon kurma yang di belah dua, dan dia merasa kenyang hanya dengan memakan hasta anak kambing betina.”
Kemudian Ummu Zara’ kembali berkata: “ anak perempuan Abu Zara’, tahukah kalian sifatnya? Anak ini begitu patuh kepada ayah dan ibunya, namun bertubuh gemuk dan suka membuat cemburu madunya.”
Hingga ‘Aisyah menuturkan bahwa suatu ketika Abu Zara’ keluar dari rumahnya lalu mendapati seorang wanita yang cantik. Tidak lama kemudian, dia menikahi wanita itu dan menceraikan Ummu Zara’ bercerita: “lalu aku di nikahi laki-laki lain. Ia memberiku binatang ternak, unta, serta ini dan itu. Suamiku yang baru ini berseru kepadaku: “makanlah, hai Ummu Zara’, dan berilah makanan kepada keluargamu. “Namun Ummu Zara’ mengeluh: “sekiranya aku kumpulkan segala yang ia berikan kepadaku, niscaya semua itu tidak bisa menyamai salah satu bejana yang paling kecil milik Abu Zara’. Lalu Nabi sawberkata kepada ‘Aisyah:
((كَنْتً لَكِ كَأَبِيْ زَرْعٍ لِأًمِّ زَرْعٍ))
“di matamu, aku seperti Abu Zara’ di mata Ummu Zara’”
Kisah lainnya mengenai canda Nabi saw kepada istri-istri beliau disebutkan dalam riwayat Anas r.a ; ia menceritakan: “suatu ketika Nabi saw sedang bersama salah seorang istrinya, yaitu ‘Aisyah. Lantas, salah seorang istrinya yang lain mengirimkan sebuah Nampan berisi makanan. Tiba-tiba istri beliau yang sedang bersamanya (‘Aisyah) menepuk tangan pelayan (yang membawa nampan tersebut) sehingga terjatuh dan pecah. Maka Nabi saw langsung mengumpulkan pecahannya, kemudian beliau mengumpulkan kembali makanan yang jatuh tadi ke dalam nampan yang pecah itu seraya berkata:
((غَرَّتْ أًمُّكُمْ))
“ibu kalian sedang cemburu”
Setelah itu, Nabi saw menahan si pelayan agar tidak pulang hingga dibawakan nampan pengganti dari tempat tinggal ‘Aisyah, istri Nabi saw yang bersama Nabi ketika itu. Beliau pun menyerahkan nampan yang masih utuh kepada istri beliau yang memiliki nampan yang pecah tadi. Lalu beliau menyimpan nampan yang pecah itu di rumah ‘Aisyah istri beliau yang telah memecahkannya.
Bentuk canda Nabi saw kepada istrinya disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah r.a yang lain, ia menuturkan: “pada suatu hari aku bermain-main boneka di rumah Nabi saw dan beberapa teman perempuan seumurku ikut bermain bersamaku. Setiap kali Rasulullah masuk, mereka pun sembunyi dari beliau. Lalu beliau menuntun mereka kepadaku, satu per satu, hingga semuanya bermain kepadaku.”
Ibnu Baththal r.a menegaskan: “Nabi saw adalah sosok yang paling baik akhlaknya dan paling ceria wajahnya. Allah swt mensifati beliau sebagaimana firmannya:
((وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلقٍ عَظِيْمٍ))
“dan sungguh engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (QS. Al-Qalam [48] : 4).
Sesungguhnya beliau memperlihatkan wajah yang ceria kepada wanita dan anak-anak kecil, juga bercanda dan bersenda gurau dengan mereka.”
Dari ‘Aisyah r.a ia menceritakan: “Rasulullah saw pernah berseru kepadaku: “sesungguhnya aku bisa mengetahuikapan kamu senang dan kapan kamu marah terhadapku”. Aku lantas bertanya: “ bagaimana engkau mengetahuinya? Beliau menjawab:
((أَمَّ إِذَا كًنْتِ عَنِّيْ رَضِيَةُ فَإِنَّكِ تَقًوْلِيْنَ: لاَ وَرَبِّ مًحَمَّدٍ, وَإِذَا كًنْتِ غَضْبَى قًلْتِ: لاَ وَ رَبِّ إِبْرَهِيْمَ))
“jika engkau senang kepadaku maka kamu akan berseru: “tidak demi rabb Muhammad”. Namun jika marah kepadaku maka kamu akan berseru “tidak demi rabb Ibrahim”.
Lalu aku menyebut: “demi Allah, memang benar demikian, wahai Rasulullah. Sungguh, tidak ada yang aku hindarkan untuk di sebut (ketika sedang marah) selain namamu”.